Penentuan tarif Retribusi
Oleh:
Akhmad Makhfatih
(Dosen Ekonomika Publik Universitas Gadjah Mada)
Tarif retribusi adalah besar pembayaran yang dikenakan atas pemberian
jasa pelayanan atau atas pemanfaatan barang pemerintah daerah. Kebijakan
penetapan tarif retribusi oleh pemerintah idealnya memastikan pemulihan biaya (cost recovery), dalam kondisi yang
sesulit apapun. Penetapan tarif retribusi
selain mempertimbangan atas biaya, perlu juga mempertimbangkan
faktor-faktor lain seperti daya beli masyarakat, dampak gangguan, dan lain
sebagainya. Dalam praktek, tarif retribusi dapat dilakukan dengan 3 metode,
yaitu metode tarif dasar, kerelaan membayar, dan perbandingan harga pasar.
A.
Tarif Dasar
Tarif retribusi merupakan Tarif Dasar dikalikan dengan Bobot Kriteria.
(1)
Menentukan Tarif Dasar retribusi
Menentukan TD dapat
dilakukan dengan pendekatan biaya. Biaya adalah segala pengeluaran yang
dilakukan pemerintah untuk menyediakan objek retribusi. Biaya dapat
dikelompokan menjadi biaya biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya output. Biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah sesuai dengan perubahan tingkat output. Biaya total (TC)
adalah penjumlahan biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel total (TVC) atau TC
= TFC + TVC. Salah satu teknik penetapan TD dengan pendekatan biaya adalah
dengan menggunakan analisis titik impas (break-even).
Analisis ini digunakan untuk mengetahui volume penjualan minimum agar
pemerintah tidak harus menanggung beban kerugian finansial. Pada kondisi titik
impas, total penerimaan pemerintah (TR) dari retribusi sama dengan biaya total
(TC) pengadaan retribusi atau
TR
– TC = 0
Jika penerimaan retribusi
merupakan hasil perkalian tarif dasar (P) retribusi dengan jumlah layanan (Q)
yang dimanfaatkan masyarakat atau TR = P x Q, dan biaya variabel rata-rata (b),
maka kondisi tiitik impas dapat diekspresikan sebagai
P.Q
– TFC – b.Q = 0
Maka besar tarif dasar
retribusi sebesar
TFC
P
= ------- + b
Q
TFC/Q adalah biaya tetap
rata-rata.
Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam teknik ini adalah penentuan besar Q. Besar Q diestimasi
berdasar pemanfaatan alat layanan yang menjadi objek retribusi selama umur
teknisnya. Misalkan untuk sewa bangunan milik pemerintah, umur teknis bangunan
5 tahun, maka kita perlu memperkirakan pemanfaatan bangunan selama itu. Kalau
misalkan dari pengalaman yang ada bangunan akan dimanfaatkan selama 160 hari
dalam setahun, maka kita dapat memperkirakan selama umur teknis akan ada 800
kali pemanfaatan bangunan selama 5 tahun. Jika biaya membangun bangunan (TFC)
sebesar Rp 5 milyar, dan biaya operasional (TVC) per tahun Rp 600 juta, maka TD
untuk sewa bangunan adalah
Rp 5 milyar Rp 600 juta
P
= ---------------- + -----------------
800 160
atau sebesar Rp 6,25 jt + Rp
3,75 jt = Rp 10 jt. Daerah dapat saja membuat skenario tahunan untuk Q yang
lebih kompleks.
Tidak jarang juga penentuan
TD dilakukan dengan menggunakan harga yang sudah tersedia, misalnya menggunakan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(2)
Menentukan Bobot
Kriteria bobot dilakukan
untuk menjamin tarif retrbusi menjadi wajar dan berkeadilan. Kriteria untuk pembobotan akan berbeda untuk
setiap jenis retribusi. Misalkan kriteria untuk pembobotan Retribusi Pemakaian
Gedung Serba Guna, adalah pemanfaatannya, yang misalnya dapat berupa untuk olah
raga, perhelatan, usaha. Bobot ditentukan berdasarkan kebijakan pemerintah
daerah. Misalnya untuk mendukung kegiatan olah raga, pemerintah dapat membobot
pemanfaatan gedung untuk olah raga sekecil mungkin, bahkan kurang dari satu (memberi
subsidi). Sementara untuk pemanfaatan untuk aktivitas usaha diberi bobot yang
tinggi (dengan memperhatikan harga sewa pasar, jika ada gedung yang serupa,
atau jika tidak ada gedung yang serupa dengan menentukan “keuntungan” yang
diharapkan). Misalkan pemerintah menentukan bobot pemanfaatan sebagai berikut:
Pemanfaatan untuk Olah Raga : 0,75
Pemanfaatan untuk Perhelatan
Sosial :
1,25
Pemanfaatan untuk kegiatan
usaha : 1,50
Maka jika Tarif Dasar
Retribusi Gedung serba Guna adalah sebesar Rp 10 juta per hari, maka
Tarif Retribusi Pemanfaatan
untuk Olah Raga :
0,75 x Rp 10 juta = Rp 7,5 juta
Tarif Retribusi Pemanfaatan
untuk Perhelatan Sosial : 1,25 x
Rp 10 juta = Rp 12,5 juta
Tarif Retribusi Pemanfaatan
untuk kegiatan usaha : 1,50
x Rp 10 juta = Rp 15,0 juta
Contoh lain adalah retribusi
untuk Ijin Gangguan. Izin Gangguan adalah pelayanan pemberian izin tempat usaha
kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu; yang dapat menimbulkan
bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya
ditunjuk oleh pemerintah pusat atau daerah. Berdasarkan besar kecilnya gangguan
yang ditimbulkan, jenis usaha dibedakan dalam 3 golongan:
·
Usaha yang dapat menimbulkan gangguan kecil
·
Usaha yang dapat menimbulkan gangguan
sedang/menengah
·
Usaha yang dapat menimbulkan gangguan besar
Kriteria yang digunakan
untuk membobot yang mencerminkan tingkat gangguan yag ditimbulkan misalnya
adalah Lingkungan, Lokasi, dan Gangguan. Misalkan bobot dan skor sebagai
berikut.
Tabel Bobot dan Skor Ijin Gangguan
Lingkungan
|
Skor
|
Lokasi
|
Skor
|
Gangguan
|
Skor
|
Bobot 30%
|
Bobot 20%
|
Bobot 50%
|
|||
§ Khusus
§ Pendidikan
§ Pemukiman
§ Perkantoran
§ Perdagangan/
Pariwisata
|
1,2
1,1
1,0
0,9
0,8
|
§Jalan Lingkungan
§Jalan Lokal
§Jalan Kolektor
§Jalan Arteri
|
1,2
1,0
0,9
0,8
|
§ Besar
§ Sedang
§ Kecil
|
1,2
1,0
0,8
|
Penggolongan jenis usaha
biasanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Berdasar perhitungan, misalnya Tarif Dasar
Ijin Gangguan adalag sebagai berikut.
·
Untuk tempat usaha dengan luas sampai dengan 100m2
sebesar Rp2000/m2
·
Untuk tempat usaha dengan luas lebih dari 100m2
dikenakan tarif tambahan yang diperhitungkan secara bertingkat dengan tarip
sebagai berikut :
o
diatas 100m2 s/d 500m2 sebesar Rp1500/m2
o
untuk tempat usaha dengan luas di atas 500m2 s/d
1000m2, sebesar Rp1000/m2
o
untuk tempat usaha dengan luas diatas 1000m2,
sebesar Rp500/m2
B.
Kerelaan Membayar
Banyak
faktor mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menikmati layanan pemerintah,
salah satunya adalah kemampuan atau daya belinya. Daya beli sangat terkait
dengan pendapatan masyarakat dan tarif retrbusi. Dalam ekonomika, permintaan
masyarakat akan layanan pemerintah dapar diekspresikan dalam fungsi permintaan.
Fungsi permintaan adalah fungsi yang menunjukkan hubungan antara kuantitas
layanan yang diinginkan masyarakat dengan tarif retribusi, pendapatan
masyarakat, dan faktor lain. Ada dua
cara yang dapat digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan, yaitu metode
langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung melibatkan konsumen dengan
menanyakan secara langsung apa yang mereka lakukan jika terjadi perubahan dalam
variabel tertentu. Sedangkan metode tidak langsung dilakukan berdasarkan data
yang telah dikumpulkan dan kemudian dilakukan upaya untuk menemukan
hubungan-hubungan statistik antara variabel.
C.
Perbandingan Harga
Pasar
Ada
banyak layanan pemerintah yang banyak juga disediakan oleh swasta, seperti
penyewaan ruangan, gedung, tanah, peralatan, dan lain sebagainya. Untuk kasus
seperti ini, informasi harga pasar sewa bukan hal yang sulit didapatkan. Harga pasar
sewa merupakan hasil dari tarik menarik antara permintaan dan penawaran pasar.
Dalam kondisi ini pemerintah tidak dapat menetapkan harga sendiri, dan
sebaiknya mengikuti harga pasar. Upaya mendapatkan keuntungan daat dilakukan
dengan mengefisiensikan biaya pengadaan objek retribusi.
0 komentar:
Posting Komentar