INTEGRASI
VERTIKAL DAN
TRANSACTION
COST DALAM KASUS
KEPEMILIKAN
SILANG SAHAM
PT.TELKOMSEL
DAN PT. INDOSAT
|
(DIBUAT
UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR EKONOMI KELEMBAGAAN)
|
Oleh:
Novi
Mubasyirotun Ni’mah
12/335859/EK/19061
|
|
Fakultas Ekonomika
dan Bisnis
Universitas Gadjah
Mada
2014
|
A.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kepemilikan silang dan monopoli dalam
industri telekomunikasi sudah terjadi semenjak tahun 1990an. Pada saat itu,
kepemilikan silang malah diciptakan sendiri oleh pemerintah dengan menetapkan UU
No. 3 tahun 1989 dimana perusahaan telekomunikasi harus bekerja sama secara
patungan dengan Indosat atau Telkom atau keduanya. Akibatnya, lahirlah
operator-operator seluler seperti
Satelindo dan Telkomsel. Namun kemudian undang-undang tersebut dihapuskan dan
digantikan dengan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sampai tahun 2000an masih ada perusahaan yang memiliki
saham di kedua perusahaan tersebut, salah satu perusahaan yang memiliki saham
di Indosat dan Telkom adalah Temasek. Temasek adalah perusahaan telekomunikasi
asal Singapura yang menguasai Telkom (melalui Singtel) sebesar 35% dan Indosat
(melalui STT Telemedia) sebesar 42%.
Pada 19 November 2007 KPPU menetapkan bahwa Temasek
telah melanggar UU antimonopoli dengan kepemilikan silang saham di dua
perusahaan telekomunikasi Indonesia.
B.
ISI
Pada tahun 2007 Temasek dinilai oleh KPPU telah
melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat karena kepemilikan silang saham di dua perusahaan
telekomunikasi Indonesia yakni Telkom san Indosat. Dalam dugaan pelanggaran
dinyatakan bahwa Temasek memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang menyebabkan
penguasaan secara dominan.
Pada prakteknya, memang Temasek tidak memiliki saham
secara langsung di Indosat dan atau Telkom, namun kepemilikan sahamnya lewat
Singtel dan STT yang merupaka anak perusahaan yang mengantongi saham masing-masing
35% di telkomsel dan 42% di Indosat.
Putusan KPPU
tentang persoalan monopoli dalam bidang penyediaan layanan telekomunikasi yang
melibatkan Telkomsel dan Temasek cukup menarik perhatian. Telkomsel merupakan
perusahaan telekomunikasi yang dimiliki oleh Singtel dimana 35% sahamnya
dimiliki oleh Temasek. Empat tahun lebih setelah Indosat diakuisisi oleh
Temasek malalui anak perusahaannya, berdasarkan penilaian KPPU akuisisi
tersebut telah mengakibatkan menurunnya tingkat persaingan di pasar
telekomunikasi dan merugikan konsumen telepon seluler. Bukti dominasi Telkomsel
dan Indosat tersebut adalah pangsa pasar keduanya mencapai 83,7% sedangkan
Excelcomindo hanya 13,5% dan sisanya dperebutkan oleh perusahaan telekomunikasi
lain seperti Mobile-8, HCPT dan Natrindo.
Dengan penguasaan pasar sebesar itu dapat dipastikan
Temasek memiliki market power untuk mengendalikan pasar, khususnya dalam
penentuan tariff. Hal tersebut merupakan turunan dari kemampuan Temasek selaku
pemilik saham yang memiliki hak untuk mengangkat direksi dan komisaris di
Telkomsel dan Indosat untuk mengisi posisi strategis yang ujung-ujungnya
berdampak pada penetapan kebijakan perusahaan terutama dalam sistem pentarifan.
Dengan pertimbangan berdasarkan asas-asas hukum
meliputi asas anti kepemilikan saham di dua atau lebih perusahaan pada pasar
yang sama, asas anti kartel (larangan perjanjian penetapan harga), asas anti
diskriminasi, asas kompetisi yang fair dan asas anti monopoli akhirnya KPPU
memberikan sanksi administratif pada Temasek yang sudah terbukti bersalah. Keputusan
KPPU mengharuskan Temasek untuk melepaskan sahamnya di salah satu operator
tersebut dan memberikan hukuman kepada Telkomsel untuk menurunkan tarifnya
sebesar 15%.
Merujuk pada
teori yang telah dikemukakan oleh Williamson, bentuk integrasi vertikal yang
dilakukan oleh Temasek melalui Singtel dan STT memang memiliki tingkat
efisiensi yang tinggi terhadap usaha perusahaan dalam mencapai market power
serta untuk efisiensi biaya transaksi (transaction cost).
Jika Telkomsel dan Indosat mampu menguasai pasar,
setelah adanya integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek dengan pembelian
saham di kedua perusahaan tersebut, maka akan terwujud cost efficiency. Jika Temasek hanya memiliki satu diantara kedua
perusahaann tersebut, maka untuk memperluas pasar akan memerlukan biaya yang
lebih besar.
Integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek sebagai
pelaku ekonomi memang telah mewujudkan motif transaction cost economizing, namun dampak yang ditimbulkan dari
kepemilikan silang tersebut menyebabkan market share Telkomsel dan Indoset
mencapai lebih dari 50% dan rasionalya mengacu pada praktek monopoli terhadap
industri telekomunikasi di Indonesia sebagaimana telah melanggar pasal 26 UU
No. 5 tahun 1999.
C.
PENUTUP
Seperti yang dijelaskan oleh Williamson, integrasi
vertikal yang dilakukan oleh Temasek dengan mengakuisisi dua perusahaan
telekomunikasi besar Indonesia seperti Indosat dan Telkomsel akan mampu
meningkatkan market power dan cost
efficienc , namun dengan adanya regulasi dalam menerapkan nilai-nilai
persaingan, anti monopoli dan penerapan persaingan usaha sehat di kalangan
pelaku ekonomi Indonesia, akhirnya integrasi vertikal ini harus menghadapi
kritisi bahwa penguasaan lebih dari 50% market share merupakan suatu
pelanggaran atas pasal 26 UU No. 5
tahun 1999.
0 komentar:
Posting Komentar