إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Selasa, 23 September 2014

INTEGRASI VERTIKAL DAN TRANSACTION COST DALAM KASUS KEPEMILIKAN SILANG SAHAM PT.TELKOMSEL DAN PT. INDOSAT


 INTEGRASI VERTIKAL DAN
TRANSACTION COST DALAM KASUS
KEPEMILIKAN SILANG SAHAM
PT.TELKOMSEL DAN PT. INDOSAT
(DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR EKONOMI KELEMBAGAAN)




Oleh:
Novi Mubasyirotun Ni’mah
12/335859/EK/19061


Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2014

A.     PENDAHULUAN
Pada dasarnya kepemilikan silang dan monopoli dalam industri telekomunikasi sudah terjadi semenjak tahun 1990an. Pada saat itu, kepemilikan silang malah diciptakan sendiri oleh pemerintah dengan menetapkan UU No. 3 tahun 1989 dimana perusahaan telekomunikasi harus bekerja sama secara patungan dengan Indosat atau Telkom atau keduanya. Akibatnya, lahirlah operator-operator seluler  seperti Satelindo dan Telkomsel. Namun kemudian undang-undang tersebut dihapuskan dan digantikan dengan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sampai tahun 2000an masih ada perusahaan yang memiliki saham di kedua perusahaan tersebut, salah satu perusahaan yang memiliki saham di Indosat dan Telkom adalah Temasek. Temasek adalah perusahaan telekomunikasi asal Singapura yang menguasai Telkom (melalui Singtel) sebesar 35% dan Indosat (melalui STT Telemedia) sebesar 42%.
Pada 19 November 2007 KPPU menetapkan bahwa Temasek telah melanggar UU antimonopoli dengan kepemilikan silang saham di dua perusahaan telekomunikasi Indonesia.

B.      ISI
Pada tahun 2007 Temasek dinilai oleh KPPU telah melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena kepemilikan silang saham di dua perusahaan telekomunikasi Indonesia yakni Telkom san Indosat. Dalam dugaan pelanggaran dinyatakan bahwa Temasek memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang menyebabkan penguasaan secara dominan.
Pada prakteknya, memang Temasek tidak memiliki saham secara langsung di Indosat dan atau Telkom, namun kepemilikan sahamnya lewat Singtel dan STT yang merupaka anak perusahaan yang mengantongi saham masing-masing 35% di telkomsel dan 42% di Indosat.
 Putusan KPPU tentang persoalan monopoli dalam bidang penyediaan layanan telekomunikasi yang melibatkan Telkomsel dan Temasek cukup menarik perhatian. Telkomsel merupakan perusahaan telekomunikasi yang dimiliki oleh Singtel dimana 35% sahamnya dimiliki oleh Temasek. Empat tahun lebih setelah Indosat diakuisisi oleh Temasek malalui anak perusahaannya, berdasarkan penilaian KPPU akuisisi tersebut telah mengakibatkan menurunnya tingkat persaingan di pasar telekomunikasi dan merugikan konsumen telepon seluler. Bukti dominasi Telkomsel dan Indosat tersebut adalah pangsa pasar keduanya mencapai 83,7% sedangkan Excelcomindo hanya 13,5% dan sisanya dperebutkan oleh perusahaan telekomunikasi lain seperti Mobile-8, HCPT dan Natrindo.
Dengan penguasaan pasar sebesar itu dapat dipastikan Temasek memiliki market power untuk mengendalikan pasar, khususnya dalam penentuan tariff. Hal tersebut merupakan turunan dari kemampuan Temasek selaku pemilik saham yang memiliki hak untuk mengangkat direksi dan komisaris di Telkomsel dan Indosat untuk mengisi posisi strategis yang ujung-ujungnya berdampak pada penetapan kebijakan perusahaan terutama dalam sistem pentarifan.
Dengan pertimbangan berdasarkan asas-asas hukum meliputi asas anti kepemilikan saham di dua atau lebih perusahaan pada pasar yang sama, asas anti kartel (larangan perjanjian penetapan harga), asas anti diskriminasi, asas kompetisi yang fair dan asas anti monopoli akhirnya KPPU memberikan sanksi administratif pada Temasek yang sudah terbukti bersalah. Keputusan KPPU mengharuskan Temasek untuk melepaskan sahamnya di salah satu operator tersebut dan memberikan hukuman kepada Telkomsel untuk menurunkan tarifnya sebesar 15%.
 Merujuk pada teori yang telah dikemukakan oleh Williamson, bentuk integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek melalui Singtel dan STT memang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi terhadap usaha perusahaan dalam mencapai market power serta untuk efisiensi biaya transaksi (transaction cost).
Jika Telkomsel dan Indosat mampu menguasai pasar, setelah adanya integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek dengan pembelian saham di kedua perusahaan tersebut, maka akan terwujud cost efficiency. Jika Temasek hanya memiliki satu diantara kedua perusahaann tersebut, maka untuk memperluas pasar akan memerlukan biaya yang lebih besar.
Integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek sebagai pelaku ekonomi memang telah mewujudkan motif transaction cost economizing, namun dampak yang ditimbulkan dari kepemilikan silang tersebut menyebabkan market share Telkomsel dan Indoset mencapai lebih dari 50% dan rasionalya mengacu pada praktek monopoli terhadap industri telekomunikasi di Indonesia sebagaimana telah melanggar pasal 26 UU No. 5 tahun 1999.

C.      PENUTUP
Seperti yang dijelaskan oleh Williamson, integrasi vertikal yang dilakukan oleh Temasek dengan mengakuisisi dua perusahaan telekomunikasi besar Indonesia seperti Indosat dan Telkomsel akan mampu meningkatkan market power dan cost efficienc , namun dengan adanya regulasi dalam menerapkan nilai-nilai persaingan, anti monopoli dan penerapan persaingan usaha sehat di kalangan pelaku ekonomi Indonesia, akhirnya integrasi vertikal ini harus menghadapi kritisi bahwa penguasaan lebih dari 50% market share merupakan suatu pelanggaran atas pasal 26 UU No. 5 tahun 1999.

0 komentar:

Posting Komentar