إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Selasa, 23 September 2014

KEDAULATAN PANGAN ATAUKAH KETAHANAN PANGAN?



 KEDAULATAN PANGAN ATAUKAH KETAHANAN PANGAN?
(DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR EKONOMI PERTANIAN PERSEDESAAN)
                                               

Oleh:
Novi Mubasyirotun Ni’mah
12/335859/EK/19061


Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2014


A.      Pendahuluan
Isu ketahanan dan kedaulatan pangan secara umum tidak terlalu menjadi pembahasan utama yang banyak dibicarakan dan diperjuangkan. Padahal pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak pernah bisa ditunda, karena secara evolusi tubuh manusia sangat bergantung pada asupan makaan. Penyediaan pangan untuk menjamin kesehatan manusia merupakan kegiatan yang patut mendapat perhatian sangat serius. Deklarasi dunia telah menyatakan bahwa pagan adalah hak asasi manusia dan telah dicanangkan semenjak tahun 1948 yakni dalam deklarasi hak asasi manusia tahun Article 11(1) yang berbunyi sebagai berikut:
“every one has the right to standart of living adequate for the health and well being of himself and of his family, include food...”
Namun sangat disayangkan sekali, negara seperti Indonesia yang dilihat dari kondisi geografisnya saja merupakan negara tropis yang diharapkan bisa menjadi lumbung dan mengatasi masalah pangan dunia malah masih jauh dari kata “berdaulat” atas pangan.
Pemerintah Indonesia lebih banyak melakukan ketahanan pangan daripada memperjuangkan kedaulatan pangan. Lebih banyak impor bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan dasar daripada mengembangkan sektor pertanian untuk mencapai kedaulatan pangan.
Jika bahan makanan pokok dibuat murah, berarti para petani akan dikorbankan dan akan terus hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan, namun jika bahan makanan dijual dengan harga mahal maka banyak penduduk Indonesia dari kalangan menengah kebawah yang tak mampu memenuhi kebutuhan pangannya yang merupakan kebutuhan pokok. Jika ini terjadi, maka negara bisa dikatakan gagal dalam mensejahterakan rakyatnya.
B.      Pembahasan
Secara definitif makna “ketahanan” dan kedaulatan” itu berbeda. Secara sederhana misalnya jika ada keluarga yang kehabisan beras lalu menutupinya dengan membeli, maka hal itu sudah bisa dikatakan “ketahanan” pangan. Namun, keluarga tersebut belum bisa dikatakan “berdaulat” karena kedaulatan pangan adalah upaya yang lebih sistematis untuk menentukan kebijakan dan kebutuhan pangan secara merdeka atas keluarganya sendiri, seperti menanam padi sendiri, menjual ataupun membeli kepada keluarga sendiri dan membuat harga sendiri. Dalam konteks ini Indonesia masih berada dalam konteks “ketahanan” pangan, namun belum bisa dikatakan memiliki “kedaulatan” pangan.
Ironis memang Indonesia yang begitu suburnya, dengan laut dan alamnya yang melimpah ruah masih saja terbelenggu dalam berbagai masalah pangan. Bagaimna mungkin ekonomi kerakyatan dan kedaulatan pangan dapat ditegakkan jika pasar dikendalikan oleh para konglomerat, waki-wakil rakyat dengan seenaknya mengamandemen undang-undang sesuai pesanan yang akhirnya rakyat kecillah yang menjad korban.
Bagaimana mungkin bahan baku utama dari pembuatan tahu dan tempe, makanan yang paling membantu peningkatan gizi kaum menengah kebawah harus diimpor dari negara lain, mematikan para petani kedelai Indonesia yang notabene adalah rakyat kecil. Media yang dipesan konglomerat dengan bantuan pejabat yang membuat “opini publik” bahwa pangan serba kekurangan sehingga membuat kebijakan impor digulirkan.
Pada tahun 2012 DPR juga telah mengesahkan undang-undang pangan yang baru, yakni UU Pangan No. 18 tahun 2012. Pasal 2 dalam undang-undang ini menyatakan prisip atas asas penyelenggaraan pangan di Indonesia harus berdasarkan kedaulatan kemandirian, kaetahanan, keamanan, manfaat, pemerataan, berkelanjutan dan keadilan. Secara keseluruhan undang-undang pangan ini memaparkan tujuan utama negara adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber-sumber pangan dari luar.
Namun masih kenyataan masihlah sangat jauh dari rancangan. Impor Indonesia terhadap barang-barang kebutuhan pokok masih jauh lebih besar daripada pemenuhan secara mandiri oleh para petani dalam negeri. Seandainya saja pemerintah lebih mengutamakan pemberian subsidi pada produksi kebutuhan pokok dalam negeri dibandingkan dengan subsidi untuk kebutuhan pokok impor, pasti rakyat akan jauh lebih sejahtera. Petani kecil akan disubsidi untuk menghasilkan bahan makanan pokok yang berkualitas, dan masyarakat pada umumnya tidak mengeluh lagi tentang harga kebutuhan pokok yang mahal karena telah mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga kesejahteraan benar-benar merata. 
Dari sini terlihat bahwa pemerintah masih lebih fokus melakukan ketahanan pangan daripada kedaulatan pangan. Pemerintah masih lebih mengutamakan impor daripada pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan produksi sendiri.
Di sisi lain, negara tidak selamanya bisa mengimpor beras dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Harga beras dunia akan selalu naik seiring dengan jumlah penduduk dunia yang semakin bertambah. Untuk mengimpor dibutuhkan dana yang sangat besar, sedangkan petani dalam negeri juga membutuhkan suntikan dana untuk membantu pemenuhan bahan makanan dalam negeri. Indonesia sesugguhnya secara geografis adalah negara kepulauang dan wilayah daratan serta perairannya begitu luas, namun sayangnya pemanfaatan lahan dan kepedulian pemerintah kurang maksimal.
Memang beras mudah disimpan dan diperoleh dari pasaran internasional, tapi kita tetap harus waspada. Jika semua negara melebih memilih melakkan ketahanan pangan dengan cara mengimpor dari negara lain, maka suatu saat akan terjadi kekurangan persediaan pangn dunia, atau yang lebih dikenal dengan krisis pangan.
Oleh karena itu ketahanan pangan tidak harus dengan mengimpor dari negara lain, tetapi seharusnya lebih mengutamakan kedaulatan pangan. Jika Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan tidak lagi bergantung dengan bahan makanan impor dari negara lain, maka Indonesia bisa disebut telah berdaulat atas pangan.
M.S Swaminathan mengatakan bahwa “the future belongs to nation with grains and not guns”. Jadi masa depan negara itu sangat terantung dari kebutuhan bahan makanan pokoknya. Ketahanan pangan yang diperoleh dari impor tidak akan bisa bertahan lama, karena jika semua negara menggantungkan kehidupan rakyatya dari persediaan dunia, lama kelamaan persediaan akan menipis dan habis. Jika hal itu terjadi maka akan terjadi pula masalah pangan di seluruh dunia, antar negara akan berebut bahan makanan dan kemungkinan terburuknya akan terjadi perang karena manusia akan melakukan apapun untuk mempertahankan hidupnya. Berbeda jika negara memproduksi sendiri bahan makanannya. Mengoptimalkan lahan dan sumber daya yang ada. Memberikan perhatian khusus bagi sektor-sektor pertanian.
Optimisasi potensi sumber daya pertanian nasional sudah semestinya dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk impor. Hal ini juga akan sangat mengutungkan karena akan menghemat devisa.  Jika pemerintah benar-benar ingin melakukan kedaulatan pangan maka pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan yang mampu memberikan insentif bagi para petani untuk meingkatkan produktivitasnya. Investasi yang besar baik investasi sumber daya manusia maupun sumber daya fisik di bidang pertanian sangat perlu menjadi prioritas.
Pembangunan infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi, pasar desa, jalan desa dan lain-lain menjai sangat penting untuk menunjang produktivitas petani. Jika berbagai kebijakan dapat berjalan dengan baik maka kedaulatan pangan nasional akan menjadi semakin nyata.
 Terkait dengan potensi sumber daya pertanian, Subejo (2009) menilai bahwa dalam konteks pembangunan pertanian, secara umum Indonesia memiliki potensi komoditas perdagangan yang luar biasa. Sebagai contoh kelapa sawit, karet dan kakao produksi Indonesia sudah mencapai pasaran dunia. Indonesia juga merupakan produsen beras terbesar ketiga dunia setelah India dan China. Data Rice Almanac (2002) menunjukkan bahwa kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia 8,5 persen atau 51 juta ton. Vietnam dan Thailand yang dikenal luas sebagai eksportir beras dunia ternyata hanya berkontribusi 5,4 persen dan 3,9 persen.
Meskipun Indonesia termasiuk produsen utama beras dunia, namun hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Di sisi lain, Indonesiaa juga merupakan pengonsumsi beras terbesar di dunia dengan mengutip data Rice Research Institute (2009) yang mencatat bahwa penduduk Indonesia merupakan pengkonsumsi beras terbesar dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Sementara itu rerata konsmsi per kapita per tahun di China yang terkenal memiliki penduduk yang lebih banyak hanyalah 90 kg per orang per tahun, India 74 kg, Filipina 100 kg dan Thailand 100 kg. Hal inilah yang menyebaban impor pangan Indonesia masih sangatlah besar dan menyebabkan Indonesia belum isa dikatakan telah berdaulat atas pangan.



C.      Kesimpulan
Indonesia yang memilikiki kondisi geografis mendukung untuk pengembangan sektor pertania ternyata masih belum mampu untuk mengoptimalkan potensi wilayahnya. Meskipun Indonesia termasuk ke dalam negara terbesar yang memberikan kontribusi terhadap ketersediaan beras dunia, namun hal tersebut ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negei karena jumlah konsumsi penduduk akan beras yang sangat tinggi.
Akhirnya pemerintah lebih memilih impor daripada peningkatan produksi dalam negeri. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia belum mampu dikatakan berdaulat atas pangan, baru sebatas melakukan ketahanan pangan.



Daftra Pustaka

Anonim. 2012. Konsepsi SPI tentang Kedaulatan Pangan. Diunduh pada: www.spi.or.id/?page_id=282. Diakses pada: 22 Juni 2014
Ita. 2012. Kedaulatan dan Kebijakan Pangan, Poin Utama UU Pangan No. 18 Tahun 2012. Diunduh pada: foodreview.co.id/preview.php?view2&id=566801. Diakses pada: 22 Juni 2014
Subejo. 2009. Pembangunan Pertanian Visioner menju Kejayaan Bngsa. Jakarta: Kompas.
Welirang,F. 2009. ‘Feed The World’ – Why Not? Unity in Diversity dalam Ketahanan Pangan Indonesia. Jakarta: Kompas.


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Tulisannya sudah cukup bagus, namun masih perlu disempurnakan. Indonesia boleh dikatakan berdaulat pangan selama bisa menentukan kebijakan dan kebutuhan pangannya secara merdeka (tanpa adanya intervensi). Justru hal yang perlu diperjuangkan ialah kemandirian pangan, dimana Indonesia seharusnya dapat memproduksi aneka macam bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan komoditas seperti gandum dan terigu bisa saja dilakukan impor asalkan tidak terintervensi oleh kepentingan asing.

    BalasHapus