إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Senin, 08 Desember 2014

Gus Dur: Sang bapak Tionghoa

Siapa yang tak kenal dengan Gus Dur? Sapaan akrab untuk Kiai Haji Abdurrahman Wahid berciri khas pakaian sederhana, peci dan sarung. Tentu kita semua mengenalnya. Ya, dibalik sosok beliau yang sederhana beliau adalah seorang tokoh Muslim dan cendekiawan Indonesia sekaligus pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia keempat dari tahun 1999 hingga 2001 menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999.
Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tangggal 7 September 1940. Beliau meninggal pada tanggal 30 Desember 2009 di usia 69 tahun. Siapa sangka, nama asli Gus Dur sebenarnya bukanlah nama panjang yang seperti kebanyakan orang tahu yakni Abdurrahman Wahid. Gus Dur lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" sendiri berarti "Sang Penakluk". Namun, nama "Addakhil" ini tidak cukup dikenal oleh kebanyakan orang karena itu kemudian diganti dengan  nama "Wahid", dan kemudian beliau lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Mengapa sapaan beliau menjadi Gus Dur? Karena "Gus" sendiri adalah panggilan kehormatan khas pesantren di Jawa kepada seorang anak kiai, yang memiliki arti sama dengan abang atau mas (red:Jawa). [1]
Gus Dur adalah putra dari seorang tokoh Muslim Indonesia, K.H. Wahid Hasyim terlibat juga dalam gerakan Nasionalis dan kemudian menjadi Menteri Agama pada tahun 1949. Ibunya adalah Ny. Hj. Sholehah, beliau adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Meski berlatar belakang pesantren, oleh ayahnya, Gus Dur tak hanya diajarkan tentang ilmu agama, melainkan juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran untuk memperluas pengetahuannya. Selain itu, kemampuan tulis menulis yang beliau miliki, membawa beliau kepada pekerjaan pertamanya yakni menjadi seorang jurnalis di beberapa majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.[2]
Di bidang agama, Gus Dur dikenal sebagai sosok pemimpin Nahdlaul Ulama. Meneruskan latar belakang keluarganya dalam NU, oleh keluarga besarnya diminta untuk berperan aktif dalam menjalankan organisasi NU. Permintaan ini berlawanan dengan keinginan Gus Dur untuk menjadi seorang intelektual publik. Beliau dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Gus Dur akhirnya menerima tawaran bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur kemudian memilih pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana.
Makin lama, karir beliau semakin melonjak hingga beliau terpilih menjadi Presiden RI ke-4 yang pada saat itu menggantikan posisi Presiden B.J Habibie. Kepemimpinan Gus Dur pun mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Tak hanya dukungan dari golongan Muslim, Gus Dur juga mendapat dukungan dari masyarakat Tionghoa karena pada bulan Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Kebijakan Gus Dur ini didasari karena beliau menyatakan bahwa beliau juga merupakan keturunan Tionghoa. Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Gus Dur mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Kemudian, Gus Dur dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.[3]
Begitulah sosok seorang Gus Dur yang seringkali juga menciptakan berbagai kontroversi dari setiap kebijakan yang beliau ambil. Namun, perjalanan hidup tak selalu mulus. Masa kepemimpinan Gus Dur berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat pada tanggal 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid

0 komentar:

Posting Komentar