إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Jumat, 29 Maret 2013

Sahabat Kecil


ini tentang kematian, tak selamanya raga ini kekal di dunia. Mungkin setelah kutuliskan kalimat inipun aku bisa saja menyusulmu kembali ke pangkuan-Nya. Tak ada yang tahu..karena itu hanya rahasia-nya, ya, rahasia Dia semata

Malam yang terasa amat panjang, ketika kuputuskan memejamkan mataku akibat pening dikepala yang tak kunjung hilang. Kulihat jam di ponsel menunjukkan pukul 20.00 WIB. Tak biasanya, benar-benar tak biasanya aku tidur seawal itu. Tapi pening ini yang memaksaku untuk memejamkan mata, berharap esok pagi dia hilang dari kepalaku. Malam itu aku benar-benar tak bisa tidur pulas, suara kecilpun bisa membuatku terjaga dari tidurku yang bisa dikatakan tidak berkualitas baik. Tapi aku masih mencoba memejamkan mata, mencoba dan mencoba. Akhirnya  aku pun tertidur dan tak ingat lagi jam berapa ketika itu, ketika jiwaku telah terbang ke alam bawah sadar bernama mimpi.
Mimpi itu membawaku kembali ke masa 6 tahun lalu, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di bumi yang baru, jauh dan amat jauh dari kedua orang tuaku. Ya disana, disebuah pesantren yang terletak jauh di timur pusat kota, rumah baruku, dimana aku bertemu dan berkenalan dengan banyak orang baru disana. Dimana aku menemukan sebuah kata, kata yang mungkin beberapa bulan sebelumnya aku bahkan tak tahu artinya, kata itu adalah “sahabat”.
-oo-
Mereka adalah irul, lutfi, dhifa, achmad dan rizka. Kami hanyalah seorang bocah yang baru lulus SD. Entah kenapa kami bisa bertemu disini. Karena kemauan sendiri atau memang paksaan dari orang. Dan mungkin aku diantara keduanya. Mungkin dari kami ber-6, achmad lah yang  daerah asalnya paling jauh, ujung barat pulau jawa. Mungkin kami dekat karena kami dari asrama yang sama, yah tentunya irul dan achmad di asrama putra, sedangkan aku, luthfi, dhifa dan riska di asrama putri. Letak asrama kami memang tak berjauhan. Hanya dipisahkan oleh rumah Kyai. Oleh karenanya kami sering pulang sekolah bersama walaupun terkadang kami juga kena marah ketika kami jalan bersama. Santri putra dan santri putri nggak boleh jalan barengan. Katanya. Toh kami yang emang masih bocah ya mana bisa dilarang. Tetep kami pulang sekolah bersama. Ketawa-ketiwi sepanjang jalan. Tak peduli kami memenuhi jalan pematang sawah, tak peduli terkadang sepatu kami basah berlumpur, karena keisengan kecil si irul menginjak kubangan lumpur, sebal kadang harus mencuci baju dan sepatu padahal esok hari masih digunakan sekolah. Tapi toh kita tetap ketawa-ketiwi.
-oo-
            Ah…hpku bergetar  lagi. Kini sms dari seorang teman SMA. Ah tengah malam gini. Mimpiku buyar, padahal aku masih ingin bernostalgia dengan sahabat kecilku, padahal aku masih ingin  melihat wajah  mereka. Oh, aku masih merasakan pening dikepala. Semakin penat kurasa. Aku melanjutkan kembali tidurku, berharap ku masih bisa bertemu mereka, meskipun hanya dalam  mimpi. Ku tertidur lagi, dan sepertinya Dia memang ingin mengatakan kepadaku sesuatu lewat mimpiku bertemu kembali dengan mereka. Tapi aku tak ingat lagi apa yang kumimpikan. Aku hanya melihat wajah ke enam temanku. Setelah  itu gelap, berputar-putar, aku hanya melihat benang-benang kusut didalam  mimpiku. Mungkin itu adalah efek sakit kepala dan demamku. Ah sudahlah, yang penting aku sudah bertemu mereka, meskipun hanya dalam mimpi.
-oo-
            Keesokan harinya, kubuka pintu belakang rumahku yang langsung manyajikan pemandangan yang hijau, sawah ladang, dan pohon-pohon besar, tak kalah pula panorama indah gunung merapi serta sinar mentari hangat menyapa.  Masih terdengar suara katak bernyanyian, daun pohon basah sisa hujan semalam.  Ah…aku jadi teringat tentang mimpi semalam. Seolah ada suatu pesan yang ingin Dia sampaikan melalui mimpi tersebut.
            Tertanggal 29 Maret 2013. Sepertinya aku mengingat suatu kejadian penting dalam hidupku. Kehidupan persahabatanku. Sejak aku melanjutkan studiku di sebuah sekolah di serpong, aku tak pernah lagi bertemu mereka, tak pernah mendapatkan kabar dari mereka, atau mungkin memang aku yang susah dicari, ponsel tak ada, dan  hanya bisa keluar asrama 2 minggu sekali. Pernah ku menanggap mereka berubah. Tapi kemudian aku menyadari, kami bukan lah lagi seorang bocah yang kerjaannya cuman ketawa-ketiwi, main lumpur di sawah. Dan mungkin semuanya sudah berubah. Hanya butuh beberapa bulan untuk berubah. Tak perlu waktu lama, karena memang sudah kodrat manusia menjadi dewasa.
            Bukan, bukan tentang kedewasaan itu. tapi tentang seorang sahabat yang pergi. Seorang sahabat yang dulu sering membuat ulah kecil yang kadang membuat kami sebal. Menginjak kubangan lumpur yang membuat seragam dan sepatu kami basar berlumpur. Tapi kami mempermasalahkan keisengan itu. yang penting bagi kami adalah ketawa-ketiwi. Kini dia tlah pergi tanpa kabar, tanpa permisi tanpa ada seorang pun yang memberitahuku tentang kepergiannya. Mungkin tak ada yang salah karena memang  aku  yang tak bisa dihubungi. Aku seorang anak asrama tanpa askes komunikasi. Dia pergi 2 bulan setelah teman seangkatanku juga pergi.  Tanpa kabar tanpa permisi dia pergi. Mungkin itulah wujud kasih sayang-Nya, tak membiarkannya terus dalam sakit hati yang telah dideritanya sejak lama. Selamat jalan kawan, smoga kau tenang, smoga kita bertemu kembali.

#teruntuk sahabatku yang kini tlah jauh disana




0 komentar:

Posting Komentar